Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ada Rezeki Dibalik Hujan

Tahun 1993...

Saya tak hapal persis bulan apa, namun yang jelas saat itu tengah musim hujan. Saya tinggal di daerah Fatmawati, Jakarta Selatan, tepatnya dibelakang Cilandak Sport Center (sekarang berubah menjadi Cilandak Town Square (CITOS)). Saat itu belum berdiri flyover tol Simatupang, yang ada hanya berupa sebuah taman kecil yang diatasnya berdiri sebuah pos kecil yang sudah agak usang dimakan usia. Pos yang pernah menjadi saksi bisu saat saya bergelut dengan derasnya hujan. Namun kini taman tersebut sudah berubah menjadi flyover Simatupang. Dulu kawasan ini dikenal dengan nama Taman Cilandak. Anda yang tinggal di sekitar Fatmawati pasti tau.


Hujan sudah pasti membuat siapapun untuk enggan berada dibawah guyurannya. Membuat setiap orang di jalanan, ingin segera meneduhkan diri di bawah atap-atap seadanya pada tepian jalan, untuk sekedar menghindari dari derasnya air hujan biar gak basah. Begitu yang ada dalam pikiran mereka.




Namun tidak bagi saya. Setiap tetes air hujan yang turun seolah menjadi harapan bagi saya dalam mencari "rezeki tambahan" (baca =uang jajan) dibawah derasnya air hujan. Ojek payung. Ya! Sebuah profesi yang mungkin saja saat itu masih banyak diminati oleh anak-anak seusia saya. Sebuah profesi yang saya jalani dengan ikhlas walau harus melawan derasnya guyuran air hujan dan dinginnya yang menusuk tulang. Yang kesemuanya hanya bermuara pada satu alasan : Ingin Membantu Emak dan Bapak. Karena Bapak saya bukanlah seorang pejabat berdasi yang datang, duduk, dengar, diam dan dapat duit. Namun saya bangga dengan beliau. Sangat bangga.

Saat itu saya masih sekolah kelas 6 SD. Usia saya 12 tahun. Lagi lucu-lucunya, menurut orang tua saya loh. Setiap pulang sekolah, saya selalu mengojek payung ketika hujan turun. Namun bila cuaca cerah, saya pun hanya bermain disekitar rumah, seperti layaknya anak-anak lain seusia saya.

Kepergian saya di tengah derasnya hujan bukan tanpa larangan, orang tua saya pun kerap kali mencegah saya. Terutama Emak. Seolah Emak dan Bapak merasakan kondisi saya saat berada di tengah-tengah derasnya hujan yang turun. Namun keinginan untuk mendapatkan uang dengan hasil keringat sendiri, jauh lebih besar saat itu. Niat saya telah mengalahkan segalanya. Ada rasa bangga di hati kecil saya saat mendapatkan uang dengan hasil jerih payah sendiri, halal pula. Alhamdulillah...

Pernah suatu ketika, diwaktu sore menjelang maghrib, sebelum pulang, saya menyempatkan mengantarkan seorang sewa (sebutan kala itu bagi pengguna jasa ojek payung) lebih dulu ke sebuah daerah yang masih cukup asing bagi saya. Karena saya belum pernah main ke daerah tersebut sebelumnya. Dibawah derasnya hujan, saya berjalan perlahan di belakang beliau. Saya memang hanya bermodalkan sebuah payung yang cukup besar. Lalu beliau pun menawarkan saya untuk berjalan bersama di bawah satu payung. Mungkin merasa kasihan. Pikir saya saat itu.

Jalanan yang kami lewati sangatlah minim penerangan, alias gelap, sepi dan melewati kali (kemungkinan besar namanya kali Grogol) yang genangan airnya mulai semakin meninggi. Anda tau kondisi jalanan di Jakarta seperti apa setiap kali turun hujan. Membuat siapapun enggan untuk melewatinya. Apalagi saya.

Lalu sampailah kami pada sebuah rumah yang tak begitu besar. Ia pun membayar uang jasanya. Saya sangat bangga menerimanya. Alhamdulillah, ucap saya dalam hati.

Saya pun enggan untuk kembali melewati jalanan tadi. Karena situasi dan kondisi yang tak kondusif. Lantas, saya pun mencoba mencari jalan lain yang memang arahnya lebih jauh namun cukup terang dengan penerangan dari lampu pagar rumah-rumah di kanan kirinya. Jadi terkesan tak terlalu sepi bingitsss. Bismillah... Sayapun berjalan perlahan dengan tujuan menuju jalan utama, RS. Fatmawati. Kali ini, jalan yang saya lewati tak separah kondisi jalanan yang sebelumnya kami lewati. Entah kenapa beliau tak mengambil jalur ini saja. Mungkin terlalu jauh, pikir saya. Atau mungkin dia mulai lapar. Entahlah...

Alhamdulillah, setelah cukup lama berjalan, sampailah saya pada jalan raya RS. Fatmawati. Kalau sudah ketemu jalan utama, lega rasanya, karena suasana ramai dan kondusif. Lalu saya pun bergegas pulang menuju rumah dengan badan basah kuyup dan menggigil kedinginan. Dengan disambut hangatnya segelas teh manis buatan Emak tercinta...

Emak saya memang selalu membuatkan segelas teh manis hangat setiap saya pulang dari ngojek payung. Lalu saya pun menghitung uang yang telah saya dapatkan hari itu. Walaupun hasilnya tak seberapa hanya Rp. 4.200, namun saya bangga dengan apa yang telah saya dapatkan pada hari itu..... Alhamdulillah...

Uang segitu dulu terasa besar, bisa dapet beli Indomie, telor, kerupuk dan teh botol, slurrrrp... aaah... *kenapa jadi ngomongin makanan

Sungguh suatu pengalaman yang tak akan terlupakan seumur hidup saya....

Dan semoga saja orang yang saya antarkan, membaca blog ini.

Hujan adalah suatu anugerah dari Allah yang SEHARUSNYA patut kita syukuri, bukan kita keluhkan.

Kini setiap hujan turun, seolah aroma wangi bumi yang terkena percikan air hujan, masih tetap sama walau telah 21 tahun silam dan menyisakan sebuah kenangan saat itu, yang tak akan pernah terhapus oleh derasnya air hujan.....

Jakarta, 24 Desember 2014


Posting Komentar untuk "Ada Rezeki Dibalik Hujan"