Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengeksplore Aceh dan Mengenang Tragedi Tsunami (Part 3 Habis)

Artikel berikut masih menceritakan serangkaian perjalanan wisata saya bersama blogger lainnya. Tapi kali ini kami akan menyeberang dari Pulau Sabang menuju Kota Banda Aceh untuk mengunjungi langsung lokasi-lokasi yang pernah diterjang tsunami pada tahun 2004 silam. Oh iya bagi kalian yang belum sempat membaca cerita saya sebelumnya, bisa baca di artikel berikut : Menyusuri Keindahan Pulau Sabang (Part 2)



Hari ini saya dan teman-teman berencana untuk menyeberang ke Kota Banda Aceh dan mengunjungi beberapa lokasi yang terkena tsunami. Sepertinya ini akan menjadi perjalanan napak tilas bagi kami, karena selain berkunjung ke lokasi, kami juga bertemu dan berbincang langsung dengan masyarakat yang selamat dari terjangan tsunami.

Jadwal kapal penyeberangan berangkat jam 08.00 pagi. Jadi saya harus bangun lebih awal untuk bersiap-siap. Sesaat sebelum berangkat, kami sarapan dulu di penginapan yang sudah disediakan. Rupanya keberuntungan berpihak kepada saya, sarapan pagi itu menunya nasi lemak. Hmmmmm, rasanya lezat dan tidak jauh berbeda seperti nasi uduk, hanya saja ada menu tambahan seperti ayam kampung (Aceh). Selebihnya masih sama, yakni campuran tempe oreg, kerupuk dan sambal kacang.


Mba Evrina lagi khusyuk sarapan nasi lemak

MENUJU DERMAGA BALOHAN UNTUK MENYEBERANG KE KOTA BANDA ACEH

Jam 07.00 pagi, bang Iwan sudah datang untuk menjemput kami dan sama-sama sarapan dengan kami. Tidak mau menunggu terlalu lama, setelah semua siap, kami pun berangkat menuju Dermaga Balohan, Sabang.

Pagi itu cuaca cukup dingin hingga terasa menusuk tulang. Suasana jalanan begitu sepi, hanya beberapa kendaraan saja yang lewat. Jarak ke Dermaga hanya ditempuh tidak kurang dari 20 menit saja, karena memang lokasinya tidak begitu jauh.

Setelah tiba di Dermaga, kami masing-masing memegang tiket penyeberangan yang dibagikan Mba Retno. Lalu saya pun berpamitan dengan bang Iwan sebagai tour guide yang memiliki segudang cerita tentang Sabang.

Sebelum memasuki kapal, semua barang bawaan harus diperiksa melewati mesin pemeriksaan sinar X-Ray. Lalu tiket pun akan diperiksa oleh petugas (waktu itu ada beberapa personil TNI yang berjaga). Sebelum naik ke kapal penyeberangan, kami pun menyempatkan untuk mengabadikan beberapa gambar sebagai kenangan.




Sudah dapat foto yang oke, kami langsung masuk ke kapal untuk mencari tempat duduk yang nyaman. Sesaat setelah kapal jalan, saya mengajak Kang Ali naik keatas untuk menikmati pemandangan laut lepas dan pulau-pulau di sekitarnya, karena suasana di dalam kapal cukup membuat saya suntuk.



Kapalnya ngebut bet. Aceh sudah nampak dari kejauhan

Tidak terasa, perjalanan selama 50 menit telah mengantarkan kami tiba di Dermaga Ulee Lheue (baca : ulele), Banda Aceh.

Kami pun menunggu jemputan di depan Dermaga Ulee Lheue yang sedang dalam tahap renovasi. Tidak lama, datanglah mobil Avanza merah yang dikendarai oleh bang Yayan, sang tour guide kali ini di Banda Aceh.



Ketika saya ke Dermaga Ulee Lheue, sedang dalam tahap renoasi

Dengan ramahnya beliau menyapa kami. Sebelum keliling, kami diberi kesempatan untuk berfoto di depan tulisan "ULEE LHEUE". Bang Yayan sebagai saksi hidup tragedi tsunami ini pun membuka cerita bahwa tulisan tersebut dibuat untuk mengenang tragedi tsunami. Karena dari pelabuhan inilah air laut setinggi belasan meter meluluhlantakan Kota Banda Aceh dan sekitarnya.


BERKUNJUNG KE MASJID BAITURRAHIM, SALAH SATU MASJID YANG SELAMAT DARI GELOMBANG TSUNAMI

Perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi masjid Baiturrahim di Ulee Lheue, Kec. Meuraksa, Banda Aceh. Menurut bang Yayan yang tinggal tidak jauh dari masjid menuturkan, ketika terjadi tsunami, gelombang mencapai ketinggian 15 meter menghantam pesisir utara Banda Aceh. Kawasan Ulee Lheue yang berada persis di tepi laut menjadi salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak tsunami. Nyaris semua bangunan di wilayah ini rata dengan tanah atau hanyut terbawa gelombang. 

Ketika gelombang tsunami menghantam, banyak warga yang berlarian menyelamatkan diri ke dalam masjid ini, bahkan ada seorang balita yang selamat karena naik ke lantai 2 masjid ini. Subhan Allah, masjid ini tetap berdiri kokoh meski kubahnya runtuh akibat gempa sebelum tsunami menghantam.


Kondisi masjid Baiturrahim sesaat setelah diterjang gelombang tsunami. Waktu itu belum dibangun menara masjid (Foto : cekguaceh.wordpress.com)



Kondisi masjid Baiturrahim saat ini sudah dibangun menara di sebelah kiri masjid

Sesaat setelah gelombang tsunami menghantam, yang tersisa hanya masjid Baiturrahim saja. Bahkan Pulau Sabang yang jauh di seberang Aceh nampak terlihat dengan jelas, karena memang tidak ada bangunan atau rumah yang menghalangi pandangan, semuanya rata dengan tanah, yang ada hanya daratan yang berubah menjadi lautan.

MENGUNJUNGI SALAH SATU SITUS TSUNAMI KAPAL PLTD APUNG 1


Gerbang masuk ke dalam situs tsunami Kapal PLTD Apung 1 


Kami melanjutkan perjalanan wisata ke salah satu situs tsunami kapal PLTD Apung 1. Kapal besar berbobot mati 2.600 ton ini terseret oleh gelombang tsunami sejauh 5 KM dari pelabuhan Ulee Lheuhe hingga berhenti di tengah-tengah pemukiman penduduk di Gampong Punge Blang Cut, Kec. Jaya Baru, Banda Aceh.



Tampak 1 rombongan akan berwisata ke dalam kapal 

Bagian belakang kapal PLTD Apung 1, lebar banget guys

Kapal besar ini sebenarnya lagi bersandar di Pelabuhan Ulee Lheue pada Minggu pagi, 26 Desember 2004. Lalu setelah terjadi gempa bumi, posisi kapal sedikit miring dan air laut nampak surut di Pelabuhan. Tidak berapa lama, datanglah gelombang raksasa yang menyapu ke daratan. Hingga kapal pun terseret dan berhenti di tengah-tengah pemukiman penduduk.

Bayangin guys, kapal segede gaban ini bisa terseret menyapu dan menghancurkan bangunan-bangunan yang dilewatinya. Betapa dahsyatnya gelombang tsunami. Ketika saya berkunjung kesana, saya sampai bengong dan seolah tidak percaya, "Masya Allah, kapal segede gini bisa terbawa sampai jauh ke tengah pemukiman penduduk", gumam saya sewaktu pertama kali melihat penampakan kapal besar ini.

Sebelum masuk ke dalam kapal, di depan terdapat sebuah monumen untuk mengenang tragedi tsunami Aceh. Di monumen ini tertulis nama-nama korban jiwa yang berasal dari berbagai wilayah. Kalau tidak salah ada beberapa Kecamatan yang tertulis disitu. 


Monumen untuk mengenang tragedi tsunami. Jam menunjukkan waktu ketika tsunami terjadi pada Minggu pagi 26 Desember 2004 silam

Di sebelah monumen ada sebuah bangunan rumah yang hanya tersisa temboknya saja. Rumah ini dibiarkan begitu saja sebagai saksi bisu dahsyatnya tsunami.



Untuk masuk ke kapal, kita harus naik tangga dulu yang lokasinya dekat dengan rumah tersebut. Di dalamnya terdapat tayangan video-video tsunami tahun 2004 silam. Ada banyak layar TV dengan video yang berbeda-beda. Lalu ada juga tulisan yang menerangkan tentang sejarah dari kapal PLTD Apung 1 ini. Tidak perlu khawatir kepanasan di dalam kapal ini guys, soalnya kapal sudah dilengkapi dengan AC, jadi bikin adem. Kalau mau tanya-tanya, di dalam juga sudah ada guide yang siap membantu loh.


Suasana di dalam Museum Kapal PLTD Apung 1

Kapal besar ini sengaja dibiarkan agar masyarakat dapat mengunjungi situs tsunami tersebut. Sayangnya kami tidak sempat naik ke atas dek kapal untuk berfoto, karena tidak kepikiran juga ya waktu itu kenapa tidak naik keatas dek?? Entahlah...

BERKUNJUNG KE MUSEUM TSUNAMI ACEH. BIKIN MERINDING!!

Setelah puas mengelilingi kapal PLTD Apung 1, kami melanjutkan perjalanan ke Museum Tsunami Aceh. Lokasinya tidak begitu jauh.

Museum tsunami Aceh dibangun untuk mengabadikan tragedi tsunami sekaligus sebagai sarana edukasi serta tempat perlindungan bahaya bencana alam. Bangunan ini diarsiteki oleh Kang Ridwan Kamil, Walikota Bandung saat ini.



Pertama kali masuk ke gedung ini, kalian akan melewati sebuah lorong yang bernama "Lorong Tsunami (Tsunami Alley)". Lorong ini akan membawa kalian pada suasana Minggu pagi, 26 Desember 2004 ketika tsunami terjadi. Lorong gelap ini memiliki dinding tinggi yang terdapat air mengalir di kedua sisinya dan sesekali kita terkena percikan airnya. Dan yang bikin saya merinding adalah suara background yang terdengar seperti suara gemuruh air bergelombang dan suara kerumunan orang-orang yang mengucap kalimat "Tahlil". Berikut video singkat yang berhasil saya abadikan :



Setelah melewati lorong, kalian dapat melihat foto-foto tragedi tsunami di sebuah ruangan berukuran besar. Lalu berikutnya saya masuk ke ruangan yang bernama "Ruang Sumur Do'a" yang berbentuk kerucut dan diatasnya terdapat tulisan lafaz Allah. Di sekeliling dindingnya tertulis nama-nama korban tragedi tsunami. 


Barisan kotak-kotak ini berisi foto-foto tragedi tsunami Aceh



Kang Ali lagi merenung di Ruang Sumur Do'a. Nama-nama di dinding adalah daftar korban tsunami Aceh

Lalu saya melewati sebuah lorong berbentuk spiral naik ke lantai atas. Lorong ini bernama "Ramp Cerobong". Tidak ada apa-apa di kedua sisinya, lorong ini hanya jalan penghubung menuju lantai atas. Lalu saya dan rombongan lainnya diajak petugas memasuki bioskop mini untuk menyaksikan video tragedi tsunami yang berdurasi sekitar 10 menit.





Kami melanjutkan untuk melihat beberapa ruangan yang berisi informasi-informasi seputar tsunami dan juga bencana alam lainnya, sangat cocok sebagai wisata edukasi.

 Koleksi Al-Qur'an (tersimpan rapih di Museum Tsunami) yang terbawa gelombang tsunami


Menggambarkan dahsyatnya tragedi tsunami Aceh (Wilayah Lampulo)

MAKAN SIANG DENGAN MENU KHAS ACEH DI DAERAH SYIAH KUALA

Setelah lelah mengelilingi museum, kini saatnya untuk mengisi perut dengan menu makanan khas Aceh. Bang Yayan membawa kami menuju restoran di daerah Syiah Kuala. Lokasinya masih dekat dari Museum.

Di restoran ini, makanan disajikan secara buffet atau prasmanan. Kami hanya tinggal memilih makanan yang ingin disantap yang sudah dihidangkan di meja makan. Menunya pun beragam, mulai dari ayam goreng khas Aceh, lalu ada ikan kayu, kari ayam, kari kambing dan lainnya.



Menu makanan ayam tangkap khas Aceh

Berhubung perut lagi lapar, saya pun menyantap habis makanan yang disajikan, bahkan sampai nambah, hahaha... Tuntutan perut guys.

SHOLAT DZUHUR DI MASJID BAITURRAHMAN, BANDA ACEH

Kini saatnya kami melanjutkan perjalanan ke masjid Baiturrahman untuk sholat dzuhur. Dulu saya melihat masjid megah ini hanya dari TV saja, tapi sekarang saya bisa melihat langsung dan bahkan sholat didalamnya.





Parkirannya berada di basement, mirip seperti sebuah parkiran di mall. Tempat wudhu dan kamar kecil terpisah, baik pria maupun wanita. Untuk kamar kecil juga tersedia banyak, bahkan ada kamar mandinya juga loh.

Setelah mengambil air wudhu, kami naik keatas melewati tangga. Tangga untuk naik keatas pun dipisah, antara jama'ah pria dan wanita. Setelah naik, saya masih harus berjalan menyusuri halaman masjid yang terdapat payung raksasa. Benar-benar megah dan luas masjidnya. Masjid ini juga tidak luput dari serangan tsunami. Bahkan di masjid ini juga ribuan korban tsunami dikumpulkan.

SITUS TSUNAMI PERAHU DIATAS RUMAH DI DESA LAMPULO



Hari sudah semakin siang, sebenarnya kami masih betah berlama-lama di masjid Baiturrahman, tapi perjalanan harus tetap berlanjut. Tujuan berikutnya mengunjungi sebuah Desa/Kampung (bahasa Aceh = Gampong) bernama Lampulo di Kec. Kuta Alam, Banda Aceh.

Wilayah Lampulo terletak tidak jauh dari tempat pelelangan ikan. Tidak heran disini banyak dijumpai aktivitas nelayan yang cukup sibuk dengan perahunya yang rata-rata berukuran cukup besar.

Desa Lampulo juga tidak luput dari gelombang tsuntami. Banyak perahu nelayan yang terbawa ganasnya air. Bahkan hingga saat ini ada 1 perahu yang dibiarkan tersangkut diatas rumah warga yang diketahui bernama Misbah dan Abassiah. Perahu berukuran panjang 25 meter dan lebar 5,5 meter ini dibiarkan begitu saja diatas tembok rumah tingkat tersebut sebagai saksi bisu atas tragedi tsunami. Perahu ini pun telah menyelamatkan setidaknya 59 nyawa manusia ketika tsunami menghantam.



Ketika kami kesana, perahu sudah dicat ulang berwarna merah. Dan tembok rumah pun sudah direnovasi sehingga terlihat lebih rapih. Begitu masuk ke dalam rumah, di lantai 1 hanya ada dua buah spanduk berukuran lebar yang dipasang di dinding. Spanduk ini berisikan nama-nama korban jiwa tragedi tsunami dari warga Desa Lampulo. Kalau tidak salah ada sekitar 900-an korban.




Naik ke lantai 2, saya menemukan koleksi foto tragedi tsunami. Kami juga sempat berbincang-bincang sejenak dengan korban selamat sekaligus pengurus situs tsunami kapal diatas rumah saat ini. Mendengar ceritanya, saya jadi merinding. Bagaimana dia bisa selamat dari terjangan gelombang tsunami karena lari sejauh mungkin, sementara ibunya justru meninggal dihantam gelombang tsunami.




Sebagai tanda saya sudah pernah berkunjung ke situs tsunami perahu diatas rumah, saya mendapat sebuah sertifikat yang diberikan pengurus setelah memberikan biaya sebesar IDR 20.000.



Berikut video yang berhasil saya ambil :



MELIHAT SITUS TSUNAMI KUBAH MASJID DI DESA GURAH

Tragedi tsunami di Aceh menyisakan begitu banyak cerita didalamnya. Dari yang masuk akal hingga kisah-kisah yang sulit dicerna oleh akal kita. Dan salah satunya adalah misteri kubah terbang ini. 

Lokasinya cukup jauh dari situs tsunami perahu diatas rumah. Kami harus melewati perkampungan dan persawahan. Karena memang berada jauh dari pusat keramaian kota. Tepatnya di Desa Gurah, Kec. Peukan Bada, Aceh Besar.

Ketika sampai di lokasi, saya melihat sebuah kubah masjid berwarna hitam berukuran besar tergeletak di tengah-tengah sawah. Kubah masjid berbobot 80 ton ini hanyut terbawa gelombang tsunami dari desa tetangga, yakni Desa Lam Teungoh, Aceh Besar yang berjarak 2,5 KM. Subhan Allah. Yang menakjubkan adalah, di tengah-tengah kubah tersebut, ada beberapa warga yang berlindung dan menyelamatkan diri dari ganasnya tsunami. Mereka pun selamat meskipun harus terombang ambing di air hingga kubah berhenti ke Desa Gurah.





Disini ada banyak anak kecil dan ibu-ibu yang berjualan. Kalau kesini, kalian bisa membeli souvenir dari mereka, meskipun kalian tidak terlalu membutuhkannya, yah itung-itung sebagai sedekah buat mereka.

Hari sudah semakin sore. Kami harus melanjutkan perjalanan ke Bandara. Tapi sebelumnya kami numpang sholat dulu di masjid Teungku Chik Mahraga Gurah di Desa Gurah, Peukan Bada, Aceh Besar. Masjid ini juga tidak luput dari terjangan gelombang tsunami.



Kalau waktu kami masih banyak, kami bisa mengunjungi Desa Lampuuk, Kec. Lhoknga, Aceh Besar. Disini terdapat satu-satunya bangunan yang selamat dan tetap berdiri kokoh, yakni masjid Rahmatulloh. Sedangkan bangunan lainnya telah rata dengan tanah.



Penampakan masjid Rahmatulloh di Desa Lampuuk, Kec. Lhoknga, Aceh Besar. Bangunan di sekitarnya sudah rata dengan tanah. (foto : abc.net.au)

Sayang sekali, waktu jualah yang harus memisahkan saya dengan perjalanan ini. Rasanya 3 hari 2 malam masih kurang bagi saya, karena masih ada begitu banyak spot menarik lainnya yang belum sempat saya datangi. 

Setelah sholat Ashar, kami langsung menuju Bandara Sultan Iskandar Muda untuk bertolak ke Jakarta. Kami pun berpamitan dengan bang Yayan atas perjalanan dan cerita yang luar biasa bagi kami, betapa mereka tetap kuat hingga mampu untuk bangkit kembali, setelah apa yang mereka alami pada Minggu pagi 26 Desember 2004 silam.

Terimakasih untuk Cheria Travel yang sudah mengakomodasi perjalanan wisata ini yang sekaligus menjadi pengalaman tidak terlupakan bagi saya. Juga untuk teman-teman blogger hebat yang telah menemani perjalanan ini, Mba Evrina, Kang Ali, Mba Retno (Perwakilan Cheria Travel) dan Sarah (pemenang lomba blog). 

Perjalanan ke Aceh ini tidak hanya sekedar wisata belaka, melainkan lebih dari itu dan sarat akan makna, bagi saya ini merupakan sebuah napak tilas untuk mengenang tragedi tsunami.

Posting Komentar untuk "Mengeksplore Aceh dan Mengenang Tragedi Tsunami (Part 3 Habis)"